Kenali Bahan Pakaian adalah segmen terbaru FOREMOSS yang mengajak untuk memilih baju secara sadar, baik dari sudut pandang kenyamanan maupun dampak terhadap lingkungan.
Ini belum pernah terjadi sebelumnya. Kulit saya tidak sensitif, tapi suatu hari ia memutuskan untuk memunculkan ruam-ruam kemerahan yang cukup gatal. Selidik punya selidik, biang keroknya adalah karena baju yang baru saya beli. Saya jadi tersadar, bahwa ketika saya memilih baju untuk dibeli, saya jarang memperhatikan bahannya–seringnya hanya soal model dan juga ukuran.
Saat menelusuri rak-rak baju di pusat perbelanjaan, saya melihat baju yang dipasarkan karena bahannya yang terbuat dari linen. Saya pun mencari-cari informasi soal linen lebih lanjut. Linen ternyata merupakan salah satu bahan tertua sepanjang sejarah. Umurnya sudah mencapai 30 ribu tahun. Linen juga tidak hanya dipergunakan sebagai bahan pakaian, tapi juga untuk sprei, gorden, dan taplak meja.
Kalau sampai bahan ini terus digunakan sampai sekarang, tentu ada daya tarik yang membuatnya terus digemari dari zaman ke zaman. Sebelum membahas fungsionalitasnya, mari kita lihat dampak pengadaan dan produksi linen terhadap lingkungan.
Linen, dan dampaknya terhadap lingkungan
Linen akan lebih mudah terurai secara alami (biodegradable) karena terbuat dari tumbuhan, tepatnya dari serat pohon flax. Asalkan, baju berbahan linen tidak diberi pewarna buatan. Warna natural linen adalah putih gading, krem, coklat muda, dan juga abu-abu.
Pengadaan tumbuhan flax tidak ekstraktif, karena tumbuhan ini memang dimanfaatkan untuk diolah menjadi berbagai produk. Bijinya, misalnya, dikeringkan untuk menjadi minyak linseed yang sering dipakai untuk melapisi bahan kayu.
Tanaman flax juga membutuhkan air yang jauh lebih sedikit dibanding katun sampai tanaman ini tumbuh subur dan siap dipanen. Sepanjang usia hidupnya, menurut European Confederation of Linen and Hemp, satu potong baju linen membutuhkan 6,4 liter air sedangkan baju berbahan katun membutuhkan 2.700 liter.
Meski demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa tentu ada saja pihak-pihak yang memproduksi linen secara tidak bertanggung jawab. Sebagai penanda, ada beberapa sertifikasi yang telah memverifikasi produksi linen yang tidak berbahaya bagi lingkungan. Beberapa di antaranya ada European Flax®, MASTERS OF LINEN®, dan REEL Linen Code milik Cotton Connect.
Linen juga tidak mengeluarkan mikroplastik seperti poliester. Sehingga, memilih menggunakan linen tidak akan menambah peredaran polutan terbesar yang ada di laut kita hari ini. Meski berukuran sangat kecil dan sering tidak kasat mata, mikroplastik membawa masalah karena ia menyerap polutan-polutan lainnya, lalu dapat termakan oleh plankton yang kemudian termakan oleh ikan yang ada di piring kita.
Baca juga: Cantik Tanpa Mikroplastik, Baik-baik Pilih Kosmetik
Linen, dan kenyamanan berpakaian
Linen mirip dengan wine, semakin bertambah umurnya, semakin tinggi kualitasnya. Semakin sering dicuci, baju berbahan linen akan semakin adem. Proses mencucinya pun tidak sulit, karena linen akan kering dengan cepat.
Bahan ini juga tahan temperatur tinggi, sehingga sangat cocok dipakai di negara tropis seperti Indonesia. Ketika dipakai pada cuaca yang cukup dingin, ia dapat memberikan rasa hangat.
Kalau kamu mudah berkeringat, linen dapat menyerap kelembaban dengan baik, sekaligus punya kualitas anti bakteri yang baik pula. Sirkulasi udara di dalam bahan ini cukup baik, sehingga meski kamu berkeringat, tidak akan memunculkan aroma yang tidak sedap.
Meski demikian, ia cukup mudah lecek, tidak seperti denim, polyester, atau wol.
Kualitas-kualitas tersebut di atas membuat harga linen relatif lebih mahal. Namun mengingat durabilitasnya juga tinggi, baju berbahan linen dapat dipakai dalam jangka waktu yang panjang, sehingga biaya per satu kali pakainya (cost per wear) juga akan lebih sedikit.
***
Kalau kamu membaca artikel ini sampai selesai dan belum pernah mencoba baju berbahan linen, apakah kamu jadi tertarik?